Selasa, 31 Januari 2012

MATA YANG BERCAHAYA



nur= cahaya. aini = mata
Nuraini nama’a, yang memiliki arti tak lain yang 'Bercahaya kedua bola matanya'.

Minggu pagi ini seperti biasa aku keluar dari zona aman kasur tercinta menuju mangga dua bukan untuk berbelanja tetapi bertemu dengan anak-anak di TK kampung muka. Aku bukan seorang guru TK tetapi hanya seorang volunteer pada yayasan ini. Setelah dua minggu tidak bertemu mereka sangat rindu rasanya karena aku merasa mereka adalah suplement semangat, entahlah mungkin karena semangat mereka yang membuat aku merasa begitu.

Pukul 09.40 aku sampai di kampung tersebut, ternyata anak-anak sudah berkumpul di dalam masjid yang letaknya tepat di depan TK. Karena TK masih terkunci jadi mereka berkumpul di sana. Satu persatu mereka menghampiri aku dan mencium tangan ini, meskipun aku bukan guru tetapi mereka selalu memperlakukan aku seperti guru mereka. Mengharukan.

Sembari menunggu volunteer yang lain aku dan beberapa anak yang sudah berkumpul asik mengobrol. Mereka menceritakan hari minggu lalu yang tepatnya adalah tahun baru.

“kami bermain ke kota tua kak, ada ceramah dari ustad siapa gtu nama’a..pokoknya rame deh kak”, cerita mereka dengan penuh antusias.

“terus pas jam 12.00 banyak kembang api kak, bagus pokoknya”, tambah yang lain.

Senang sekali mendengar cerita mereka dan melihat wajah mereka yang sangat semangat. Mereka mungkin tidak seberuntung anak kota lain yang dapat menghabiskan tahun baru bersama keluarga untuk keluar kota atau bahkan keluar negeri, tetapi mereka sama sekali tidak kecewa dengan hal itu. Malah mereka tetap senang, mereka selalu bersyukur dan aku belajar banyak tentang kata ‘syukur’ dari mereka.

“assalamualaikum ka”, seorang anak datang menghampiri aku dan mencium tangan aku.

“waalaikumsalam nuraini”, ku balas salamnya dan mengelus kepalanya yang terbalut dengan kerudung orange yang sangat serasi dengan  busana muslimnya.

“kakak..bapaknya nuraini udah meniggal kak, masuk tv lho” celetuk Alan.

Aku tersentak mendengarnya, ku tatap nurain yang sudah duduk di hadapanku.

“inalillahi...kenapa?”, tanyaku perlahan, tak tega rasanya membuatnya harus kembali mengingat hal yang pasti membutnya bersedih.

“jadi pas lagi jualan di pinggir kali bapak kejang kak, terus ketiban batu, lama ngga ada yang nolong, jadi meniggal kak. Iya kak masuk tv lho”, nuraini menceritakan dengan sangat semangat, tidak ada beban, tidak terlihat sedih, sesuai dengan namanya matanya tetap bercahaya tak tertutup oleh air mata. Sangat polos.

“sabar y sayang…semoga bapak nuraini diterima disisiNya, yuk sama-sama kita baca surat Al-Fatihah, coba Alan pimpin”, hanya itu yang bisaku ucapkan sembari menatap kedua matanya mencoba mencari kesedihan yang mungkin ia sembunyikan, tapi tak ada. Apa mungkin hiduplah yang telah mengajarkannya untuk menerima semua yang terjadi, mungkin ini bukan kali pertama ia merasakan kehilangan sehingga lelah rasanya harus menambah dengan kesedihan.

Tak terbayang rasanya harus menjalani hidup seberat anak ini. Nuraini saja masih kelas 2SD belum kedua adiknya yang masih kecil-kecil. Ketika bapaknya masih hidup pun hidupnya tak semulus anak kota lain yang lebih beruntung, bagaimana dengan sekarang. Ya Allah berkahilah anak ini.

Sejak saat itu saya sangat simpati pada nuraini. Jujur sebelumnya saya tidak terlalu suka padanya. Dia seharusnya sudah kelas 4SD tetapi keterbatasannya dalam memahami pelajaran terutama menulis sangat kurang sehingga membuatnya harus tinggal kelas selama 2 kali. Pertama kali mengenalnya dia cukup pendiam dan mengasingkan diri berbeda dengan teman-temannya yang lain yang lebih kelewat aktif. Yang aku tidak suka ketika waktu belajar, nuraini adalah anak yang pertama kali menolak bila diminta untuk mengarang begitu pun mengambar yang notabennya di sukai oleh anak-anak. Ketika kita akan outbound dan menginap semalam di Bogor aku mendiktekan barang-barang yang harus di bawa, semua anak mencatat kecuali nuraini yang tiba-tiba menghampiriku dan berbisik ‘kak nanti tulisin yang buat aku y’. Jelas aku menolak dan memberinya kertas juga pulpen dan kembali mendiktekan secara pelan-pelan khusus untuknya, baru menulis beberapa point ia langsung mengeluh dan benar-benar tak mau menulis ‘capek kak’ itulah kata andalannya yang selalu ia ucapkan. Saya dan volunteer lain pun menyadari kelainan khusus yang ada pada nuraini, jadi memang butuh kesabaran khusus pula untuk  anak yang satu ini. Tetapi aku lebih memilih mengurus anak yang lain karena jujur aku tak tak sabaran orangnya.

Beda cerita setelah hari ini, ada cahaya lain yang telah kulihat dari dirinya. Bukan hanya cahaya di kedua bola matanya. Tetapi lebih dalam lagi yaitu cahaya di hatinya. Anak usia 9 tahun ini lebih dewasa menyikapi arti kematian. Mungkin sederhana saja baginya arti kematian dan kehilangan itu tapi bukankah memang seharusnya seperti itu. ‘sesungguhnya semua akan kembali pada-Nya’. Anak ini paham bahwa semua tak ada yang abadi dah ia terima itu.

Tepat jam 10.00 volunteer yang lain datang. Kak aji membuka gerbang TK dan anak-anak pun langsung menuju lantai 2. Ruangan yang biasa kami gunakan untuk belajar hari minggu. Setelah berdoa bersama kak aji mulai membagi dua kelompok antara anak-anak kelas 1 ke bawah dan anak-anak kelas 1 ke atas. Dibagi dua kelompok karena hari ini kami ingin meminta anak-anak yang kelas 1 ke atas (karena yang kelas 1 ke bawah menulis pun masih susah makanya kami pisah) untuk menuliskan resolusi mereka di tahun 2012 ini. Tanpa perintah aku langsung mengajukan diri mengajar anak-anak kelas 1 ke bawah karena aku tau nuraini pasti masuk dalam kelompok ini meskipun ia sudah kelas 2, ini lah kekhususan untuknya.

Hari ini izinkanlah aku membayar ke jahatanku selama ini nuraini. Kejahatan karena tak melihat cahaya hatimu . Kejahatan karena kurang sabar dalam mendidikmu.

‘ayo anak-anak hari ini pada mau belajar apa?’ begitulah aku memulai pembelajaran dihadapan 7 anak-anak lain.

Hatinya begitu bercahaya. Dan sejak saat itulah aku jatuh cinta padanya, pada cahaya yang telah ia pancarkan. Secerah matahari dengan sunset dan sunrisenya. Secerah langit dengan hiasan awan. Secerah pelangi dengan warnanya. Secerah itulah hatimu nuraini, yang bercahaya kedua bola matanya.


Minggu, 08 Januari 2012

Gombalan Seorang Demonstran

SEBUAH TANYA (1 April 1969)
Akhirnya semua akan tiba pada suatu hari yang biasa
Pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui
Apakah kau masih selembut dahulu
Memintaku minum susu dan tidur yang lelap
Sambil membenarkan batang leher kemejaku


Kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih
Lembah mandala wangi
Kau dan aku tegak berdiri
Melihat hutan-hutan yang menjadi suram

Meresapi belaian angin yang menjadi dingin
Apakah kau masih membelaiku semesra dahulu
Ketika kudekap kau dekaplah lebih mesra, lebih dekat
Apakah kau masih akan berkata kudengar detak jantungmu
kita begitu berbeda dalam semua, kecuali dalam CINTA 


Ada orang yang menghabiskan waktunya berziarah ke mekkah,
Ada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di wiraza,
Tetapi aku ingin menghabiskan waktu ku disisi mu sayang ku….
Bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu
Atau tentang bunga-bunga yang manis di lembah mandala wangi

Ada serdadu-serdadu Amerika yang mati kena bom di danang
Ada bayi-bayi yang lapar di Biafra
Tapi aku ingin mati disisi mu manisku

Setelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanya
Tentang tujuan hidup yang tidak satu setan pun tahu
Mari sini sayangngku
Kalian yang pernah mesra 
Yang pernah baik dan simpati padaku
Tegaklah ke langit luas Atau awan yang menang

Kita tak pernah menanamkan apa-apa
Kita takkan pernah kehilangan apa-apa
  

MANDALAWANGI - PANGRANGO (Jakarta 19-7-1966)

Senja ini, ketika matahari turun kedalam jurang-jurangmu 
aku datang kembali
kedalam ribaanmu, dalam sepimu dan dalam dinginmu

walaupun setiap orang berbicara tentang manfaat dan guna
aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan
dan aku terima kau dalam keberadaanmu
seperti kau terima daku

aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi
sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada
hutanmu adalah misteri segala
cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta

malam itu ketika dingin dan kebisuan menyelimuti Mandalawangi 
Kau datang kembali
Dan bicara padaku tentang kehampaan semua

"hidup adalah soal keberanian, menghadapi yang tanda tanya "tanpa kita mengerti, tanpa kita bisa menawar
"terimalah dan hadapilah

dan antara ransel-ransel kosong dan api unggun yang membara
aku terima ini semua
melampaui batas-batas hutanmu
melampaui batas-batas jurangmu

aku cinta padamu Pangrango
karena aku cinta pada keberanian hidup 

mencintaNya dengan mencintai ciptaanNya

SOE HOK GIE

“Tapi sekarang aku berpikir sampai di mana seseorang masih tetap wajar, walau ia sendiri tidak mendapatkan apa-apa. seseorang mau berkorban buat sesuatu, katakanlah, ide-ide, agama, politik atau pacarnya. Tapi dapatkah ia berkorban buat tidak apa-apa

“Seorang filsuf Yunani pernah menulis …
nasib terbaik adalah tidak dilahirkan,
yang kedua dilahirkan tapi mati muda,
dan yang tersial adalah umur tua.
Rasa-rasanya memang begitu.
Bahagialah mereka yang mati muda.

“Kehidupan sekarang benar-benar membosankan saya.
Saya merasa seperti monyet tua yang dikurung di kebun binatang dan tidak punya kerja lagi. 
Saya ingin merasakan kehidupan kasar dan keras … diusap oleh angin dingin seperti pisau, atau berjalan memotong hutan dan mandi di sungai kecil … 
orang-orang seperti kita ini tidak pantas mati di tempat tidur.”

“Yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan adalah dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan…”



"Pertanyaan pertama yang harus kita jawab adalah: Who am I? 
Saya telah menjawab bahwa saya adalah seorang intelektual yang tidak mengejar kuasa 
tapi seorang yang ingin mencanangkan kebenaran. 
Dan saya bersedia menghadapi ketidak-populeran, 
karena ada suatu yang lebih besar: kebenaran."

"Bagiku sendiri politik adalah barang yang paling kotor. 

Lumpur-lumpur yang kotor. 
Tapi suatu saat di mana kita tidak dapat menghindari diri lagi, maka terjunlah."

"Guru yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah

Guru bukan Dewa dan selalu benar, dan murid bukan kerbau."

   "Saya memutuskan bahwa saya akan bertahan dengan prinsip-prinsip saya. 

Lebih baik diasingkan daripada menyerah terhadap kemunafikan."

"Mimpi saya yang terbesar, yang ingin saya laksanakan adalah, agar mahasiswa Indonesia berkembang menjadi "manusia-manusia yang biasa". 
Menjadi pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi yang bertingkah laku sebagai seorang manusia yang normal, sebagai seorang manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya sebagai seorang mahasiswa,
sebagai seorang pemuda dan sebagai seorang manusia.

"Saya ingin melihat mahasiswa-mahasiswa,

jika sekiranya ia mengambil keputusan yang mempunyai arti politis,
walau bagaimana kecilnya, selalu didasarkan atas prinsip-prinsip yang dewasa. 
Mereka yang berani menyatakan benar sebagai kebenaran, dan salah sebagai kesalahan. 
Dan tidak menerapkan kebenaran atas dasar agama, ormas, atau golongan apapun".

"Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. 

Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa.
Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi dan lain-lain. 
Setiap tahun datang adik-adik saya dari sekolah menengah.
Mereka akan jadi korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam tadi".

"Sejarah dunia adalah sejarah pemerasan. 

Apakah tanpa pemerasan sejarah tidak ada? 
Apakah tanpa kesedihan, tanpa pengkhianatan, sejarah tidak akan lahir?".

"Bagiku perjuangan harus tetap ada.

Usaha penghapusan terhadap kedengkilan, terhadap pengkhianatan, terhadap segala-gala yang non humanis".

"Kita seolah-olah merayakan demokrasi, tetapi memotong lidah orang-orang yang berani menyatakan pendapat mereka yang merugikan pemerintah".

"Bagi saya KEBENARAN biarpun bagaimana sakitnya lebih baik daripada kemunafikan.

Dan kita tak usah merasa malu dengan kekurangan-kekurangan kita".

"Potonglah kaki tangan seseorang lalu masukkan di tempat 2 x 3 meter dan berilah kebebasan padanya. Inilah kemerdekaan pers di Indonesia".

"To be a human is to be destroyed".

"Saya tak mau jadi pohon bambu, saya mau jadi pohon oak yang berani menentang angin".

"Saya putuskan bahwa saya akan demonstrasi. Karena mendiamkan kesalahan adalah kejahatan.

 "I’m not an idealist anymore, I’m a bitter realist"

"Saya kira saya tak bisa lagi menangis karena sedih. 

Hanya kemarahan yang membuat saya keluar air mata".  

"Saya tak tahu mengapa, Saya merasa agak melankolik malam ini. 
Saya melihat lampu-lampu kerucut dan arus lalu lintas jakarta dengan warna-warna baru.
Seolah-olah semuanya diterjemahkan dalam satu kombinasi wajah kemanusiaan. 
Semuanya terasa mesra tapi kosong. 
Seolah-olah saya merasa diri saya yang lepas dan bayangan-bayangan yang ada menjadi puitis sekali di jalan-jalan. 
Perasaan sayang yang amat kuat menguasai saya. 
Saya ingin memberikan sesuatu rasa cinta pada manusia, pada anjing-anjing di jalanan, pada semua-muanya"

"Tak ada lagi rasa benci pada siapapun. 

Agama apapun, ras apapun dan bangsa apapun.
Dan melupakan perang dan kebencian.
Dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik"

“Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami.
Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan.
Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan.
Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya.
Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat.
Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat.
Karena itulah kami naik gunung.
 
Manusia, adalah apa yang dipikirkannya.
Jika anda adalah seorang yang berani dan jujur, dan itu yang anda pikirkan, tidak ada sesuatu pun yang bisa mengubahnya.”

“Disana, di Istana sana, Sang Paduka Yang Mulia Presiden tengah bersenda gurau dengan isteri-isterinya. Dua ratus meter dari Istana, aku bertemu si miskin yang tengah makan kulit mangga.
Aku besertamu orang-orang malang…” - Soe Hok Gie, Zaman Peralihan 

sosok idealis dan humanis 

terima kasih untuk gerakan dan kenangan perjuanganmu sobat...

semoga menjadi inspirasi dan terwujudlah mimpi-mimpimu untuk tanah air Indonesia

"dari balik teriakan - jeritannya dalam demonsrasi dan tulisan  terdapat kesepian di lubuk hatinya tapi bukan soe hok gie bila tidak menomor satukan nilai-nilai humanis "

bocah-bocah ajaib , ya merekaa....

mereka selalu murah memberi tawanya...
mereka selalu murah mengeluarkan candanya...

hidup mungkin tidak semurah itu berpihak pada mereka..
tapi mereka tetap tersenyum bahkan tertawa..

hei bocah...
kekuatan apa yang ada pada diri kalian???
mengapa sekuat itu kalian melangkah??
mengapa seriang itu kalian tertawa??
mengapa seyakin itu kalian bermimpi??
karena kalian bocahkah??
yang hatinya masih seputih kapas
yang jernihnya air mata bagaikan cermin

mengutuk hidup memang bukan penyelesaian terhadap keadaan
tetapi..bangun dan terus melangkah..
berusaha mengejar cita untuk merubah keadaan itulah solusinya

kalian memang bocah..
belajar tugas kalian meski terkadang nasib perut pun menjadi tanggung jawab yang harus kalian pikul

maaf hanya bisa memberikan senyum dan ocehaan saja
maaf hanya bisa menatap penuh prihatin dan berlalu saja
maaf...

tapi aku percaya..
tangan kalianlah yang kelak akan memutar roda hidup ini
otak kalianlah yang  kelak akan menuntun kalian pada satu takdir yang telah kalian upayakan yang telah kalian impikan

cita-cita..harapan..doa...

- suplemen semangat penetralisir kejenuhan -

terima kasih ya Allah SWT, atas rencanaMu mempertemukanku pada mereka , anak-anak ajaib ini.
meski sedikit menyesal, mengapa baru mengenal mereka sekitar 2 bulan yang lalu ...tapi ya memang begitu yang terbaik bagi ku menurutMu..

Alhamdulillah.. :)