Hari ini pisah
ma Ipin, anak usia 12 tahun yang pertama kali bertemu denganku di stasiun kota.
Sebulan yang lalu tepatnya sabtu, 29 Oktober 2011. Sabtu pagi aku bersama fera
berencana mengunjungi salah satu kumpulan anak-anak yg dikelola dibawah sebuah
yayasan dan kemensos. Karena ini kunjungan pertama kami, maka aku meminta salah
satu pembimbing mereka yang bernama aji untuk menuntut kami menuju lokasi, dan
kami sangat tak menyangka ternyata yang menjemput kami tak hanya aji tetapi ada
sekitar 10 anak yang juga menjemput, salah satunya Ipin, disinilah pertama kali
aku mengenalnya.
Sepanjang jalan
menuju tempat mereka belajar ternyata menempuh perjalanan lumayan jauh, mungkin
karena ini kunjungan pertamaku jadi masih terasa jauh. Start dari bank BNI
kemudian melewati gang-gang rumah penduduk yag tersusun padat dan menyusuri rel
kereta api. Sepanjang jalan anak-anak semangat sekali memperkenalkan dirinya
masing-masing dan menceritakan kegiatan mereka selama ini.
“kak kita pernah
ke datangan Vicky shu lho”
“kak kita pernah
makan k KFC”
“Kak kk mau jadi
dokter y??aku juga ka”
“klo aku maunya
jadi TNI ka”
Dan banyak lagi
celotehan yang begitu semangat mereka
sampaikan pada kami, sehingga terik matahari yang cukup membuat aku dah fera
berkeringatpun tak jadi masalah untuk kami.
Hal yang paling
mengagetkan ya anak itu, Ipin nama’a. Aku tersentak ketika dia bercerita bahwa
ia berasal dari kota sebrang yaitu Bandung. Dengan menggunakan kereta, untuk
ke-10 kalinya Ipin kabur dari rumahnya.
Sudah sekitar 7 bulan Ipin tinggal di DAO (pemukiman sebelah rel kereta
api), tinggal sebatangkara mengandalkan tenaganya untuk bertahan di Ibukota
ini. Tekadang Ipin berkerja sebagai pengantar galon dari rumah ke rumah dengan
upan Rp 500/galon. Tidurpun tak jelas dimana, bila ada orang baik yang mau
menampungnya selamatlah malam itu bisa tidur di dalam rumah, jika tidak terpaksa Ipin
tidur di kursi-kursi depan warung atau dimana saja. Mungkin itu hal biasa yang
merupakan potret ibu kota, tapi entahlah..mengenal mereka dan mendengar
penuturan langsung dari mereka membuatku sadar, betapa banyak nikmat yang takku
syukuri dan betapa banyak penderitaan di
ibu kota ini.
Ipin terlihat
lebih diam dibanding teman-temannya yang lain, Ipin hanya akan bercerita bila
sebelumnya ditanya. Aku tak berani mengorek terlalu dalam mengenai alasannya
kabur dari rumah, karena ini kunjungan pertamaku, aku ingin mengenal sifat
mereka terlebih dahulu dan tak ingin membuat Ipin sedih dengan
mengingat-ngingat masalah yang ada padanya.
Ternyata di
sebuah TK mungil berlantai 2 ini anak-anak biasa menghabiskan hari minggu
mereka bersama aji dan beberapa relawan lain. Karena aku dan fera baru tiba jam
2 siang jadi hari ini hanya sesi perkenalan dan bermain. Sepanjang sesi
perkenalan ini aku memperhatikan tingkah Ipin yang terlihat masih menarik diri
dari teman-temannya. Tidak begitu mau berbaur dan terlihat lebih banyak
melamun. Setelah bertanya dengan aji yang telah mengenal Ipin lebih lama alasan
Ipin kabur ternyata karena orang tuanya yang sering bertengkar di depan dirinya
selain itu Ipinpun acap kali menjadi korban dalam pertengkaran itu bahkan ada
luka di kakinya yang menurut pengakuan Ipin merupakan bekas tusukan pisau oleh ayahnya.
Ya Allah, anak usia 12 tahun yang seharusnya mendapat
kasih sayang penuh dari keduaorangtuanya
tetapi malah harus mendapat perlakuan kasar seperti itu.
Pertemuan
selanjutnya aku perhatikan perilaku Ipin semakin baik, sudah mulai berbaur
dengan teman-temannya dan tidak banyak melamun lagi. Saat itulah aku mulai
berani menanyakan lebih dalam mengenai keluarganya. Ipin berasal dari Wonosobo,
karena sering berpindah-pindah tempat Ipin yang sekarang seharusnya sudah kelas 6 SD saat ini masih duduk dikelas 4SD. Orang tuanya berkerja sebagai tukang
gorengan, Ipin akan pertama dari 5 bersaudara. Ku rasa masalah ekonomi yang
membuat orang tuanya suka bertengkar, tapi entahlah..mengapa harus anak yang
menjadi korban meskipun memang benar masalah ekonomi merupakan akar
permasalahannya.
Minggu ini ada
keluarga Ipin yang ingin menjemputnya pulang, sebelumnya kumpulan anak-anak ini
pernah menjadi objek dalam reality show di salah satu station TV swasta.
Kebetulaan saat ini Ipin juga tersorot dan di
wawancara, setelah acara ini masuk TV ada salah satu kerabat Ipin
menghubungi station TV tersebut meminta informasi mengenai keberadaan Ipin,
maka pihak station TV pun memberikan kontak aji padanya. Karena kebetulan
kumpulan anak-anak ini berada di bawah kemensos, maka ajipun membicarakan
masalah Ipin pada bagian kementrian.
Maka pihak kementrianpun mengusulkan untuk mempertemukan Ipin dengan
keluarganya di kementrian dan di dampingi oleh TRC (Tim Reaksi Cepat). Setelah
itu aji menanyakan langsung pda Ipin apakah ingin bertemu dengan
saudaranya, Ipin hanya terdiam dan
meneteskan air mata, tampak ekspresi trauma yang tak bisa anak kecil ini
sembunyikan. Setelah Ipin mulai tenang aku kembali bertanya tetapi Ipin hanya
terdiam, tatapannya kosong, matanya masih merah menahan bendungan air mata,
mungkin Ipin tak kuat membayangkan kembali pulang dan menjalani kembali
hari-harinya yanag penuh tekanan.
Aji menghubungi
kerabat Ipin dan mengizinkannya untuk berbicara langsung dengan Ipin. Setelah
tersambung ajipun memberikan hp’a pada Ipin dan mengaktifkan loudspeaker.
“ini siapa?”
“pin ini pak
M*****, Ipin dimana sekarang?pulang ya..paman jemput Ipin disitu”
Ipin mulia
berkaca-kaca kembali “g mau” ucapnya sembari terisak.
“pulang Ipin”
“Ipin maunya ke
jawa”
“y pulang dulu,
paman jempu y?Ipin dimana”
“g mau
sekarang-sekarang”
“lho,kapan??”
Ipin kembali
menangis, aji langsung mengambil hpnya dan membicarakan untuk mempertemukan
mereka besok di kemesos.
Aku hanya bisa
diam,
menyaksikan langsung salah satu korban trauma dalam kekerasan
rumah tangga ternyata tak semudah membahasnya dalam kuliah dan tak semudah
ketika membacanya dalam teksbook atau novel-novel.
Hari ini,
tepatnya 24 november 2011 di Departemen Sosial. Setelah hampir 7 bulan Ipin
menghilang akhirnya Ipin bertemu kembali dengan salah satu kerabatnya. Pamannya
langsung memeluknya dan menangis dalam pelukan itu. Tetapi Ipin tetap menolak untuk pulang, kalaupun
pulang Ipin ingin kembali ke wonosobo tinggal bersama mbahnya. Paman Ipin tetap
ingin membawa Ipin dan berjanji akan membawanya pulang ke wonosobo. Sebelumnya
ipin bercerita padaku dan aji bahwa ia pun pernah di janjikan dipulangkan ke
jawa setelah kabur yang pertama dan kedua tetapi tetap saja tidak pernah ipin
dibawa ke wonosobo. Untuk keadilan bersama akhirnya Ipinpun di rujuk ke RPSA di
Bambu Apus untuk mengobati psikologinya karena trauma selain itu keluargapun
diminta untuk merubah sikapnya dan membuat surat perjanjian di atas materai
tidak akan mengulangi perlakuan keras terhadap anak.
Senang mendengar
hasil ini, padahal sebelumnya aku hampir panik dan pasrah bila Ipin harus
kembali begitu saja pada keluarganya. Ternyata pemerintah masih “hidup” y..aku
saja baru tau kalo ada RPSA. Mungkin banyak kejadian seperti Ipin yang dialami
oleh anak-anak yang lain, tetapi mereka tak tahu harus meminta perlindungan
atas hak mereka kepada siapa.
Banyak faktor
yang menyebabkan makin meningkatnya jumlah anak jalanan di Ibu kota ini,
padahal bila dipikir-pikir
kasus HIV, Narkoba, Kejahatan yang merajalela telah
membuat hilangnya para generasi bangsa. Tetapi mengapa mereka yang terlantar
makin dibiarkan menjadi rusak terbawa arus kejamnya ibu kota?? .
Entah siapa yang
harus disalahkan. Pemerintah?? Masyarakatnyapun nakal, terus saja jumlah
penduduk ibu kota ini makin meningkat karena tergiur oleh omongan “ibu kota
tempat mengadu nasib”, padahal apa buktinya?? Mengadu nasib dengan memohon
belas kasihan?? Mengadu nasib dengan membuat rumah di tanah entah milik siapa
seenaknya?? Sekalinya di gusuh, ngamuklah, rusuhlah. Gerah sebenarnya dengan
semua siklus klasik ini. Bosan dengan tontonan kasus korupsi sekaligus kasus
gusuran.
Siapa korban dari semua ini??? Anak-anak pak,
anak-anak bu. Mereka yang tak bisa memilih dari Rahim mana mereka dilahirkan,
mereka yang terbentuk
dari lingkungan yang mendidik mereka. Lingkungan keluarga , lingkungan sekolah
bila mereka bersekolah, lingkungan jalanan bila mereka hidup di jalanan.
Untuk membentuk
generasi yang baik, mereka butuh lingkungan yang baik.
Lantas mulai dari manakah untuk memperbaiki
Negara ini?
Mulai dari manakah untuk memperbaiki ibu kota
ini?
Cobalah dari
diri sendiri…
teruslah berusaha untuk membentuk pribadi yang baik.
Lantas membentuk keluarga yang baik. Lingkungan yang baik. Dan semoga kelak
Negara ini bisa menjadi Negara yang baik dari berbagai segi. Terutama pada ANAK
BANGSA, PARA PENERUS BANGSA.
Tulisan ini terinspirasi dari sesosok anak
hebat. Semoga kau terus kuat menjalani lika-liku kenyataan hidup ini pin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar